Pemerintahan Daerah Istimewa
Asal
Usul
Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan
Yogyakarta dan Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman,
khususnya bagian Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh Pepatih
Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta dan Pepatih Pakualaman
untuk Negara Kadipaten Pakualaman. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki hubungan yang kuat dengan Keraton Yogyakarta maupun Puro
Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan banyak pegawai negeri sipil daerah
yang juga menjadi Abdidalem Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian
mekanisme perekrutan calon pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai
mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga
menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), Kepala dan
Wakil Kepala Daerah Istimewa diangkat
oleh Presiden[40]
dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu[41],
di zaman sebelum Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya; dengan
syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat
istiadat di daerah itu. Dengan demikian Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun
1988, dijabat secara otomatis oleh Sultan Yogyakarta yang bertahta dan Wakil
Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1998, dijabat secara otomatis oleh
Pangeran Paku Alam yang bertahta.
Nomenklatur Gubernur dan Wakil Gubernur
Daerah Istimewa baru digunakan mulai tahun 1999 dengan adanya UU Nomor 22 Tahun
1999. Adapun daftar Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa sebagai berikut:
No.
|
Foto
|
Nama
|
Dari
|
Sampai
|
Keterangan
|
1.
|
Masa jabatan seumur hidup,
pegawai negara dengan NIP 010000001. |
||||
2.
|
|
Wakil Gubernur,
melaksanakan tugas Gubernur dalam jabatan Penjabat Gubernur, Masa jabatan seumur hidup, pegawai negara dengan NIP 010064150. |
|||
3.
|
Masa jabatan pertama.
|
||||
Masa jabatan kedua.
|
|||||
Perpanjangan masa jabatan kedua.
|
|||||
Perpanjangan kedua masa jabatan kedua.
|
Kondisi Geografi
Rupa bumi yang berbentuk gunung api
[8]
DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa,
secara geografis terletak pada 7o3’-8o12’ Lintang Selatan dan 110o00’-110o50’
Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi
empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan
fisiografi Pegunungan Selatan atau
Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi
Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi,
yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial
gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota
Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api
merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan.
Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian
utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik
khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan
pariwisata.
Karts mendominasi struktur rupa bumi di
wilayah Gunungkidul bagian selatan
Satuan Pegunungan Selatan atau
Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul,
merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst
yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan
cekungan Wonosari
(Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik
sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari).
Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan),
dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah
dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon
Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional
dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang
lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh
dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon
Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini
merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin
dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang
terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin
dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya,
merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.
Dataran Pantai Parangtritis
Kondisi fisiografi tersebut membawa
pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana
wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antar
wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran
fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten
Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah
wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi
berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju dan
berkembang.
Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup
besar di DIY adalah DAS Progo di barat dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai
yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai
Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong,
Sungai
Opak, dan Sungai Oya.
Perekonomian
Pasar tradisional sebagai pusat
perekonomian yang berbasis kerakyatan
Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
antara lain meliputi sektor Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
UKM; Pertanian; Ketahanan Pangan; Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan
Kelautan; Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.
Penanaman Modal dan Industri
Penanaman Modal di DIY dilaksanakan melalui
program peningkatan promosi dan kerjasama investasi serta program peningkatan
iklim investasi dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun
2010 mencapai Rp 4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00
dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00 [9].
Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan penyerapan
tenaga kerja sebesar 292.625 orang dan nilai investasi sebesar Rp.
878.063.496.000,00 [10].
Perdagangan dan UKM
[11]
Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit,
tekstil dan kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai
ekspor tertinggi. Namun demikian secara umum ekspor ke mancanegara didominasi
oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni dan kreatif tinggi yang
padat karya (labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah satunya
adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan menengah yang disinergikan
dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM
adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini lebih efektif dan efisien, di
samping itu dengan sentra akan banyak melibatkan usaha mikro dan kecil. Pada
2010 tercatat koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi dan UKM tercatat 13.998
unit usaha[12].
Pertanian dan kehutanan
Pertanian tetap menjadi andalan
[13]
Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY yang diukur
dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu indikator yang
menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah. Pada 2010 NTP
sebesar 112,74% [14].
Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan
sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak
asasi manusia. Secara umum ketersediaan pangan di Provinsi DIY cukup karena
berkaitan dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh
pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun
budidaya. Untuk perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan
perikanan Sadeng dan Glagah. Produksi perikanan
budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton dan perikanan tangkap mencapai 4.906
ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06 kg/kap/tahun[15].
Hutan di Provinsi DIY didominasi oleh hutan produksi, yang
sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan
di DIY pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar
9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94% [16].
Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY
adalah kelapa dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam rangka
pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan produksi,
produktifitas dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan petani.
Pariwisata
Museum Hamengku Buwono IX di dalam kompleks
Keraton Yogyakarta, sebuah tujuan wisata
[18]
Pariwisata
merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY
telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan
nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang,
dengan rincian 152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara[19].
Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention
and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan
berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran.
Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada
2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12
kali per hari[20].
Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung
oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu
menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun
2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 diantaranya yang layak dikunjungi. Tiga
desa wisata di kabupaten Sleman hancur terkena erupsi gunung Merapi
sedang 14 lainnya rusak ringan [21].
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh
jarak antara lokasi obyek wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor
pariwisata sangat signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang
secara umum bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan,
hotel dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek
pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan
disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga
kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa
Yogyakarta antara lain meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
Kesejahteraan Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan
Kebudayaan
Wujud cagar budaya yang masih dipergunakan
sebagai tempat ibadah umat Hindu Indonesia
[33]DIY
mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik)
maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara
lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang
intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial
atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan
Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset
budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai
institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan
embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan
kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat tradisi. Selain itu,
Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu dan
museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010,
persentase benda cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%,
seangkan kunjungan ke museum mencapai 6,42%[34].
Keagamaan
[35]Penduduk
DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya beragama Kristen,
Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami perkembangan, pada tahun
2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel,
25 kuil/pura dan 24 vihara/klenteng.
Jumlah pondok pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260,
dengan 260 kyai dan 2.694 ustadz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah
baik negeri maupun swasta terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah
aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah
haji dari tahun ke
tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.
Tata Ruang dan Infrastruktur
Tugu Pal Putih, salah satu landmark
tertua yang menandai tata ruang DIY, Gunung Merapi-Tugu-Keraton-Panggung
Krapyak-Laut selatan
Kondisi bentang alam DIY yang beragam dan
aspek filosofi kebudayaan mempengaruhi pengembangan tata ruang/wilayah dan
pembangunan infrastruktur di DIY.
Tata ruang
[36]Model
yang digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah corridor development
atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu koridor
tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor sekitarnya.
Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan pembangunan dilakukan
lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta,
dibandingkan dengan investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan
sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah DIY,
maka diarahkan pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan
Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta,
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW Bantul, dan Pusat Kegiatan Lokal
(PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Prov DIY 2009-2029
mengatur pengembangan tata ruang di DIY. Penataan ruang ini juga memiliki
keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY.
Prasarana
[37]Prasarana
jalan yang tersedia di Provinsi DIY tahun 2007 meliputi Jalan Nasional (168,81 Km),
Jalan Provinsi (690,25 Km),
dan Jalan Kabupaten (3.968,88
Km), dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah dengan total
panjang 4.664,13 meter untuk jembatan nasional dan 215 buah dengan total
panjang 4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah perkotaan, dengan
kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat (rata-rata tumbuh 13% per
tahun), sedangkan kondisi jalan terbatas, maka telah mengakibatkan terjadinya
kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas dan terjadinya kecelakaan lalu lintas
yang terus meningkat setiap tahun.
Transportasi
Salah satu transportasi yang dikembangkan
di DIY
[38]Pelayanan
angkutan kereta api pemberangkatan dan kedatangan berpusat di Stasiun Kereta Api
Tugu untuk kelas eksekutif dan bisnis, sedangkan Stasiun Lempuyangan untuk melayani angkutan
penumpang kelas ekonomi dan barang. Saat ini untuk meningkatkan layanan jalur
Timur-Barat sudah dibangun jalur ganda (double track) dari Stasiun Solo Balapan sampai Stasiun
Kutoarjo. Berkaitan dengan keselamatan lalulintas, permasalahan yang
berkaitan dengan layanan angkutan kereta api antara lain masih banyak
perlintasan yang tidak dijaga. Selain kerata api, Pemprov DIY mengembangkan
layanan Bus Trans Jogja yang menjadi prototipe layanan angkutan massal di masa
mendatang.
Untuk angkutan sungai, danau dan
penyeberangan, Waduk Sermo yang terletak di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki luas
areal 1,57 km2 dan mempunyai keliling ± 20 km menyebabkan terpisahnya hubungan
lintas darat antara desa di sisi waduk dengan desa lain di seberangnya. Di
sektor transportasi laut di Provinsi DIY terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK)
yang berfungsi sebagai pendaratan kapal pendaratan pencari ikan dan tempat
wisata pantai. Terdapat 19 titik TPK yang dilayani oleh ± 450 kapal nelayan.
Di sektor transportasi udara, Bandara Adisutjipto yang telah menjadi bandara
internasional sejak 2004 menjadi pintu masuk transportasi udara bagi Daerah
Istimewa Yogyakarta, baik domestik maupun internasional. Keterbatasan fasilitas
sisi udara dan darat yang berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi
Bandara Adisutjipto sebagai gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat
optimal. Status bandara yang “enclave civil” menyebabkan landas pacu yang ada
dimanfaatkan untuk dua kepentingan yakni penerbangan sipil dan latihan terbang
militer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar